Halaman

Kamis, Agustus 1

Sejarah : Terbentuknya negara kebangsaan Indonesia


Sekidot... materi hasil aku rangkum, cukup melelahkan buat nyusunnya 7 hari 7 malam (*cieeelaa lebay). Please comment ya atau apa lah... ucapan terima kasih aja

A.Perkembangan pergerakan kebangsaan Indonesia

1.   Transformasi Etnik
Pergerakan dan perjuangan hanya terbatas pada wilayah kerajaan atau membebaskan penduduknya dari penindasan bangsa-bangsa barat. Pemerintah kolonial Belanda dapat memanfaatkan etnik satu untuk menundukan etnik yang lain. Banyak perang yang harus dihadapi memaksa Belanda mengeluarkan kas negara untuk membiayai perang. Akibatnya mengalami defisit. Untuk mengatasi masalah tersebut, Gubenur Jendral Belanda di Indonesia yaitu Van Den Bosch memberlakukan kebijakan yang dikenal dengan Culture Stelsell atau tanam paksa. Tujuannya adalah untuk mengisi kembali kas negara Belanda yang kosong.
Kaum humanis dan liberal mengusulkan kepada pemerintah kerajaan Belanda untuk melaksanakan hal-hal yang dapat membantu kehidupan rakyat Indonesia seperti membangun irigasi, melaksanakan imigrasi, dan menyelenggarakan edukasi. Ketiga hal itu dikenal dengan sebutan Trilogi Van Deventer.
Disamping itu, perjuangan etnik yang berada di seluruh wilayah Indonesia bukan saja dilakukan oleh kalangan etnik  pribumi, tetapi juga muncul gerakan-gerakan etnik yang dilakukan oleh etnik-etnik asing yang telah hidup dan menetap di wilayah Indonesia. Gerakan-gerakan yang pernah terjadi dalam menentang pemerintahan kolonial Belanda dilakukan oleh masyarakat keturunan Cina, India, dan Arab.
Dalam bentuk
Gerakan Masyarakat Indonesia keturunan :
a)     Cina
Gerakan nasionalisme di Cina di pimpin oleh Dr. Sun Yat Sen membawa pengaruh yang sangat besar terhadap kehidupan masyarakat keturunan Cina di Indonesia.
Berbagai bentuk usaha yang dibangun oleh masyarakat Cina dibatasi oleh pemerinatah kolonial Belanda. Perlawanan yang dilakukan oleh masyarakat keturunan Cina terjadi hampir di seluruh wilayah Indonesia seperti di daerah Kalimantan Barat, Jawa Barat, dan daerah-daerah lainnya.
Masyarakat keturunan Cina yang selalu dijadikan alat pemerasan terhadap penduduk pribumi akhirnya berbalik memusuhi dan bahkan melakukan serangan terhadap kedudukan pemerintah kolonial Belanda di Indonesia.

b)     Indo-Belanda
Munculnya masyarakat keturunan Indo-Belanda di Indonesia disebabkan perkawinan antara orang Belanda dengan orang pribumi, orang keturunan ini biasanya telah mendapat pendidikan yang lebih baik dibanding pribumi, sehingga peranannya pun juga besar dalaam pergerakan nasional. Orang-orang keturunan Indo-Belanda melakukan perlawanan terhadap pemerintah kolonial Belanda yang disebabkan oleh tindakan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda. Orang-orang Indo-Belnda terus melakukan perjuangan untuk menentang berbagai tindakan yang menentangkan pemerintahan kolonial Belanda. Hal ini dapat dilihat jelas pada organisasi Indische Partij di Bandung oleh Douwes Dekker , bersama orang-orang dari kalangan pribumi seperti Cipto Mangunkusumo dan Suwardi Suryaningrat.
Sejak tahun 1908, terjadi perubahan dalam pergerakan bangsa Indonesia, perlawanan-perlawanan yang bersifat  etnik mulai di tinggalkan dan mereka terus mengupayakan terwujudnya persatuan dan kesatuan diantara etnik-etnik yang ada di wilayah Indonesia untuk menentang kekuasaan pemerintaj kolonial Belanda. Hal ini diwujudkan melalui Sumpah Pemuda (28 Oktober 1928) yang diadakan di Jakarta (Batavia). Mengucapakan ikrar tentang persatuan dan kesatuan Indonesia dalam segala bidang.

2.   Gerakan-gerakan melawan panjajah
Terdiri atas :
a)     Bersifat kedaerahan
Akibat dari tindakan yang dilakukan oleh pemerintah kolonial Belanda itu muncul berbagai perubahan tatanan kehidupam di kalangan rakyat pribumi, yaitu Indonesia. Sementara itu, tindakan untuk menghapus kedudukan yang didasarkan pada adat penguasa pribumi dan kemudian dijadikan pengawai pemerintah, telah meruntukan kewibawaan pemerintah tradisional. Kedudukan pengusa tradisional semakin merosot, bahkan secara administratif para bupati atau penguasa pribumi lainnya adalah pegawai pemerintah kolonial Belanda. Hak-hak yang diberikan oleh adat telah hilang, kepemilikan tanah jabatan dihapuskan dan diganti dengan gaji. Dengan demikian, ikatan tradisi dalam kehidupam kaum pribumi menjadi sangat lemah.
Dengan masuknya ekonomi uang maka beban rakyat semakin bertambah berat. Hal ini disebabkan adanya uang sebagai alat tukar yang disahkan oleh pemerintah kolonial Belanda pada saat itu.
Dalam menghadapi pengaruh kekuasaan barat yang menyebabkan munculnya penderitaan hidup, ternyata masyarakat yang berada di daerah-daerah pedesaan memiliki cara tersendiri untuk melawannya. Cara itu diwujudkan dalam bentuk gerakan sosial, yang dalam perwujudannya merupakan gerakan untuk menentang atau memprotes kepada pihak-pihak penguasa, baik penguasa pemerintah kolonial Belanda maupun penguasa pribumi. Sifat gerakannya sangat sederhana dan tidak tersusun rapi seperti organisasi modern. Tujuan gerakan sering tidak jelas dan seperti tujuan yang dilakukan gerakan-gerakan suatu organisasi politik.
b)     Melawan pemerasan
Gerakan rakyat melawan pemerasan banyak terjadi di daerah atau di tanah partikelir (swasta). Hampir semua kerusuhan yang terjadi di tanah partikelir disebabkan oleh adanya pemunguatan pajak yang tinggi dan beban pengerahan tenaga kerja paksa yang sangat berat yang banyak dilakukan oleh petani di daerah pedesaan. Mereka memberontak karena merasa tindakan-tindakan yang dilakukan oleh para penguasa sudah diluar batas serta banyak didorong oleh perasaan dendam dan benci kepada para penguasa.
Daerah-daerah yang banyak terdapat tanah partikelir yaitu sekitar Jakarta, antara Jakarta dengan Bogor, Banten, Karawang, Cirebon Semarang Surabaya dan lain-lain. Munculnya tanah partikelir pada daerah-daerah itu sebagai akibat terjadinya praktik penjualan tanah yang dilakukan oleh orang-orang Belanda sejak zaman VOC hingga abad ke-19.
Berbagai aturan telah dikeluarkan oleh pemerintah untuk melindungi penduduk dari segala bentuk tindakan yang memberatkan, namun tidak berhasil karena sewenang-wenang dari tuan tanah masih tetap dilakukannya. Oleh karena itu pada tanah-tanah partikelir selalu sering terjadi kerusuhan. Kerusuhan itu terjadi pasa saat pemungutan cuke (pajak) sehingga sering disebut dengan kerusuhan cuke. Kerusuhan seperti ini sering terjadi di daerah Candi Udik, Ciomas, Ciampea.
Rasa tidak puas rakyat semakin memuncak dan meletuslah pemberontakan terbuka tahun 1886 di bawah pimpinan Mohammad Idris. Serangan itu dilakukan secara kebetulan ketika tuan rumah tanah sedang menyelenggarakanpesta yang dihadiri oleh para pegawai dan kaki tangannya. Dalam serangan itu, Camat Ciomas terbunuh.
Di tanah partikelir di daerah Condet, Jakarta juga muncul kerusuhan pada tahun 1916. Kerusuhan itu dilakukan oleh sekelompok masyarakat yang  dipimpin oleh Entong Gendut. Mereka melakukan serangan terhadap tuan-tuan tanah yang ada saat itu sedang melakukan pertunjukan topeng.
Pemberontakan-pemberontakan yang terjadi, seperti yang telah disebutkan memiliki sebab-sebab yang sama, yaitu menentang penindasan dan pemerasan oleh kaum penguasa.
c)     Bersifat Agama
Golongan penganut aliran keagamaan ini memandang bahwa pemerintah kolonial Belanda dan para pengikutnya merupakan lawannya. Gerakan ini lebih menekankan pada kehidupan keagamaan dengan cara yang lebih ketat (gerakan permurnian ajarana agama).
Pada dasarnya, tujuan dari gerakan itu adalah untuk mewujudkan suatu kehidupan dunia yang penuh dengan kebahagian dan ketenterman. Oleh karena itu, arah tujuan dari gerakan keagamaan adalah mangadakan perubahan perubahan dalam lingkungan kehidupan. Gerkan permurnian dalam lingkungan agama Islam bersifat keras. Namun, mengingat sifat-sifat dari gerakan golongan keagamaan itu, maka pemerintah kolonial Belanda menganggap bahwa golongan itu merupakan suatu gerkan anti Belanda.




d)     Ratu Adil
Suatu gerakan yang muncul karena adanya kepercayaan akan datang seorang tokoh untuk membebaskan masyarakatnya dari segala bentuk penderitaan dan kesengsaraan. Pada dasarnya orang yang menjadi pengikut dari gerakan itu memiliki kehendak untuk mengubah keadaan buruk yang sedang mereka alami. Meningat sifatnya yang ingin mengadakan perubahan, maka tidak jarang tindakan dilakukan secara radikal.
Disamping itu, pengaruh lingkungan dalam kehidupan Islam pada rakyat pedesaan cukup besar. Melalui ajaran agama, semngat untuk menentang kekuasaan pemerintahan kolonial Belanda dapat dikobarkan. Pada tahun 1903, muncul pemberontakan di kabupaten Sidoarjo yang dipimpin oleh Kyat Kasan Mukmin. Di desa Bendungan, di wilayah karesidenan Kediri meletus pemberontakan rakyat yang dipimpun oleh Dermojoyo pada tahun 1907.
§  Kediri
Gerakan ini muncul pada tahun 1907 di Desa Bendungan, wilayah karisidena, Kediri. Gerakan ini dipimpin oleh Dermojoyo. Tokoh ini mengaku dirinya telah mendapat wahyu untuk menjadi seorang Ratu Adil. Kemudian, Belanda mengirimkan pasukan untuk memadamkan gerakan tersebut. Dalam insiden tembak menembak, Dermojoyo terbunuh.
§  Sidoarjo
Gerakan ini muncul pada tahun 1903 di Sidoarjo, Jawa Timur. Dipimpin oleh Kyai Kasan Mukmin. Tokoh ini mengaku dirinya telah menerima wahyu dari yang maha kuasa untuk memimpin rakyat di lingkungannya. Ia mengaku sebagai Imam Mahdi. Tujuan dari gerakan ini adalah untuk mendirikan kerajaan di Jawa Timur. Tetapi sebelum gerakan ini berbuat banyak, Kasan Mukmin gugur ketika disergap pasukan Belanda.

B.          Pembentukan identitas nasional dan nasionalisme Indonesia

1.   Istilah “Indonesia”

a.      Kronologi Penggunaan
Kata “Indonesia”  digunakan sebagai identitas bangsa untuk mempersatukan seluruh pergerakan bangsa untuk menentang kolonial Belanda.

Tokoh yang pernah menggunakan istilah “Indonesia”, di antaranya :
·      J.R Logan mempergunakan istilah Indonesia untuk menyebut Kepulauan nuasantara, dan penduduk nusantara.
·      Earl G Windsor, pada tahun 1850 menyebut INDONESIA pada media milik J.R Logan, dan menyatakkan indonesia sebagai negara  yang besar dan paling berpotensi di Asia Tenggara.
·      Tokoh- tokoh lain yang menyebut Indonesia yaitu Adolf Bastian( 1884), Van Volenhoven, Snouck Hurgronnje, Kern, dan lain- lain.
Pemakaian istilah Indonesia dalam pergerakan nasional dimulai dari para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda. Pada tahun 1908 para mahasiswa Indonesia di negeri Belanda mendirikan organisasi yang bernama Indische Vereeniging. Seiring dengan penggunaan istilah Indonesia, maka pada tahun 1922 berganti nama menjadi Indonesische Vereeniging, dan pada tahun 1924 berganti menjadi Perhimpunan Indonesia. Majalahnya yang semula bernama Hindia Poetra juga berubah menjadi Indonesia Merdeka. Sejak saat itu kata Indonesia banyak dipakai oleh organisasi-organisasi pergerakan di Indonesia.
b.      Sebagai identitas kabangsaan
Nama Indonesia makin populer dipakai di samping istilah Nusantara, yaitu ketika Suwardi Suryaningrat mendirikan Biro Pers di Belanda yang diberi nama Indonesisch Persbureau (tahun 1931). Penggunaan istilah Indonesia sebagai identitas nasional mencapai puncaknya pada Kongres Pemuda II tanggal 28 Oktober 1928 yang mencetuskan kebulatan tekad dalam Sumpah Pemuda. Sumpah Pemuda berisi tiga hal pokok yaitu bertanah air, berbangsa satu, dan berbahasa satu yaitu Indonesia.
Usaha pemakaian kata Indonesia dalam arti politik ketatanegaraan dimulai pada tahun 1930. Ketika itu, Moh. Husni Thamrin mengajukan mosi yang berisi agar kata-kata Nederlandsch – Indie dan Inlander dihapuskan dari undang-undang dan diganti dengan Indonesie, Indonesier, dan Indonesisch. Namun ditolak oleh pemerintah Belanda.
Istilah Indonesia sebagai arti politik ketatanegaraan secara resmi digunakan pada masa Revolusi Agustus 1945. Dan puncaknya ketika dikumandangkan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945.
2.   Terbentuknya nasionalisme kebangsaan Indonesia
Kekuasaan pemerintah kolonial Belanda di Indoneisa dapat menimbulkan nasionalisme. Sejak awal abad ke-20 perjuangan dan perlawanan bangsa Indonesia sangant berbeda dengan perlawanan bangsa pada abad sebelumnya.

a.      Perkembangan pendidikan
Penyelenggaraan pendidikan pada masa pemerintahan kolonial Belanda hanya untuk memenuhi kebutuhan tenaga kerja pada perkantoran-perkantoran milik pemerintah Belanda dengan gaji yang sangat rendah. Sementara itu, Indonesia sangat menderita akibat pelaksanaan sistem tanam paksa. Rakyat Indonesia diperas, dipaksa dan dikuras seluruh harta kekayaannya.
Edukasi sebagai bagian dari Tiologi Van Deventer memiliki peranan yang sangat penting di dalam menentukan nasib bangsa Indonesia di kemudian hari. Edukasi diberikan untuk meningkatkan kepandaian penduduk di Indonesia, walaupun tujaun sebenarnya bukanlah itu.
Di wilayah Indonesia sdidirika lembaga tinggi bagi kaum pribumi seperti Sekolah Dokter (STOVIA) yang kemudian berkembang manjasi Sekolah Tinggi Kedokteran di Jakarta, Sekolah Tinggi Teknik di Bandung, dan Sekolah tinggi Hukum di Jakarta.
b.      Diskriminasi
Dilakukan untuk membedakan antara penguasa dangan yang dikuasainya. Akibat dari diskriminasi adalah perbedaan hidup yang mencolok antara penjajah dengan yang dijajah. Untuk itu, pendidikan sekolah dasar dibedakan, yaitu untuk orang Belanda atau putra-putri pejabat dengan sekolahnya bernama ELS (Europeesche Logere School), untuk keturunan Cina didirikan sekolah HCS (Hollands Chinese School), dan untuk golongan menengah bangsa Indonesia didirikan sekolah HIS (Hollands Indische School). Ketiga sekolah itu menggunakan bahasa Belanda sebagai bahasa pengantar dalam proses belajar mengajar, serta menjadi bahasa resmi pada sekolah-sekolah tersebut.
Pada sekolah rakyat biasa (kaum pribumi) yang sering disebut dengan istilah inlander, didirikan sekolah dengan bahasa melayu dan bahasa daerah sebagai bahasa perantara. Sedangkan untuk pendidikan keguruan, pemerintah kolonial Belanda mendirikan lembaga-lembaga khusus guru dengan lama pendidikan 4 tahun, tetapi ada juga yang 4 tahun yang disebut dengan normal school dan yang 6 tahun disebut kweek school
Akan tetapi secara politik, diskriminasi pendidikan itu mengarah kepada politik devide et impera (politik memecah belah).
Dalam kehidupan ekonomi terlihat jelas adanya perbedaan, seperti seorang pegawai bangsa Belanda mendapat gaji dua kali lipat dari pegawai yang berasal dari bangsa Indonesia. Bangsa Indonesia hanya memiliki lebih banyak kewajiban daripada haknya.
Mengenai tempat tinggal, terjadi pemisahan antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain. Orang-orang Belanda bertempat tinggal di kota yang disebut dengan Europeesche Buurt (lingkungan erupa), orang India di kampong Keling, orang Arab di kampong Pekojan, Orang Cina di kampong Pecinan, dan bangsa Indonesia tinggal di perkampungan pinggiran kota yang jauh.
C. Nasionalisme Indonesia dan perkembangan nasionalisme di Asia Tenggara

Paham nasionalisme muncul di beberapa Negara di wilayah Asia maupun Afrika sperti India, Cina, Jepang, negara-negara di Timur tengah Mesir, dan lain sebagainya.
Secara historis, bangsa Indonesia banyak menerima pengaruh dari India, sehingga kebangkitan nasionalisme India juga berpengaruh terhadap munculnya pergerakan nasional Indonesia. Jepang sebagai bangsa timur (bangsa Asia) telah berhasil membangkitkan semangatbangsa Asia. Kemenangan Jepang atas Rusia pada tahun 1905 telah memberikan sinar terang yang bergambar sebagai matahari baru terbit dan juga telah dapat mempercepat lahirnya organisasi pergerakan seperti Budi Utomo.
Dengan munculnya pengaruh baik dari dalam maupun dari luar dapat mempercepat proses terbentuknya nasionalisme kebangsaan di Indonesia. Nasionalisme bangsa ini merupakan senjata yang sangat ampuh di dalam menghadapi kekuasaan kolonialisme di Belanda.

D.   Persiapan menuju kemerdekaan Indonesia
1.   Pembentukan BPUPKI
Pada tanggal 1 Maret 1945 diumumkan pembentukan Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) atau Dokuritsu Junbi Cosakai dengan tujuan menyelidiki hal-hal penting menyangkut pembentukan Negara Indonesia merdeka.
Sidang pertama
dilakukan pada tanggal 29 Mei sampai 1 Juni 1945 di gedung Chou Sang In di Jalan Pejambon 6 Jakarta yang sekarang dikenal dengan sebutan Gedung Pancasila. Pada sidang pertama, Dr. KRT. Rajiman Widyodiningrat selaku ketua dalam pidato pembukaannya menyampaikan masalah pokok menyangkut dasar negara Indonesia yang ingin dibentuk pada tanggal 29 Mei 1945. Ada tiga orang yang memberikan pandangannya mengenai dasar negara Indonesia yaitu Mr. Muhammad Yamin, Prof. Dr. Supomo dan Ir. Soekarno.
Orang pertama yang memberikan pandangannya adalah Mr. Muhammad Yamin.
Dalam pidato singkatnya, ia mengemukakan lima asas yaitu:



a. peri kebangsaan
b. peri ke Tuhanan
c. kesejahteraan rakyat
d. peri kemanusiaan
e. peri kerakyatan



Pada tanggal 31 Mei 1945, Prof. Dr. Soepomo dalam pidatonya mengusulkan pula lima asas yaitu:


a. persatuan
b. mufakat dan demokrasi
c. keadilan social
d. kekeluargaan
e. musyawarah



Pada sidang hari ketiga tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno mengusulkan lima dasar negara Indonesia merdeka yaitu:


a. Kebangsaan Indonesia
b. Internasionalisme dan peri kemanusiaan
c. Mufakat atau demokrasi
d. Kesejahteraan social
e. Ketuhanan yang Maha Esa.



Kelima asas dari Ir. Soekarno itu disebut Pancasila yang menurut beliau dapat diperas menjadi Tri Sila atau Tiga Sila yaitu:


a.    Sosionasionalisme
b.    Sosiodemokrasi
c.    Ketuhanan yang berkebudayaan



Bahkan menurut Ir. Soekarno Trisila tersebut di atas masih dapat diperas menjadi Eka sila yaitu sila Gotong Royong. Tanggal 7 Agustus 1945, BPUPKI dibubarkan. Sebagai gantinya, pemerintah pendudukan Jepang membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) atau Dokuritsu Junbi Inkai.

Masa antara Rapat Pertama dan Kedua
Sampai akhir rapat pertama, masih belum ditemukan kesepakatan untuk perumusan dasar negara, sehingga akhirnya dibentuklah panitia kecil untuk menggodok berbagai masukan. Panitia kecil beranggotakan 9 orang dan dikenal pula sebagai Panitia Sembilan dengan susunan sebagai berikut:


Ir. Soekarno (ketua)
Drs. Moh. Hatta (wakil ketua)
Mr. Achmad Soebardjo (anggota)
Mr. Muhammad Yamin (anggota)
Abdul Kahar Muzakir (anggota)
H. Agus Salim (anggota)
Mr. A.A. Maramis (anggota)


Setelah melakukan kompromi antara 4 orang dari kaum kebangsaan (nasionalis) dan 4 orang dari pihak Islam, tanggal 22 Juni 1945 Panitia Sembilan kembali bertemu dan menghasilkan rumusan dasar negara yang dikenal dengan Piagam Jakarta (Jakarta Charter) yang berisikan:
a. Ketuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya
b. Kemanusiaan yang adil dan beradab
c. Persatuan Indonesia
d. Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan   perwakilan
e. Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia
Sidang kedua
Sidang BPUPKI yang kedua dilaksanakan pada tanggal 10 - 17 Juli 1945. Pada pembukaan siding kedua, Dr. Radjiman Wediodiningrat memberitahukan penambahan anggota sebanyak enam orang. Pembicaraan dalam sidang tersebut antara lain membahas tentang bentuk negara Indonesia; apakah mau berbentuk republik atau kerajaan. Yang menginginkan bentuk republik ada 55 suara; yang memilih kerajaan ada 6 suara; 2 suara memilih bentuk lain; dan 1 suara blanko. Jumlah seluruhnya 64 suara.
Dalam sidang yang diselenggarakan pada tanggal 10 Juli 1945 dibahas pembentukan tiga panitia, yaitu:
1.      Panitia pembahas rencana Undang-Undang Dasar. Panitia Perancang Undang-Undang Dasar diketuai oleh Soekarno. Anggota Perancang Undang-Undang Dasar itu ialah: A.A. Maramis, Oto Iskandardinata, Poeroebojo, Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo, Supomo,

2.      Mr. Maria Ulfah Santoso, Wachid Hasyim, Parada Harahap, Mr. Latuharhary, Mr. Susanto Tirtoprodjo, Mr. Sartono, Mr. Wongsonegoro, Wuryaningrat, Mr. R.P. Singgih, Tan Eng Hoat, P.A. Husein Djajadiningrat, dan Sukiman. Panitia ini didampingi seorang anggota istimewa dari Jepang, Myano.
3.      Panitia untuk menyelidiki soal-soal keuangan dan ekonomi. Panitia ini diketuai oleh Mohammad Hatta. Seorang anggota istimewa yang mendampingi panitia ini adalah Tokonami Kakka.
4.      Panitia untuk membela tanah air. Panitia ini diketuai oleh Abikusno Tjokrosuyoso. Anggota panitia ada 23 orang, didampingi dua anggota istimewa, yaitu Tanaka Kakka dan Matuura.
Rapat yang diselenggarakan pada tanggal 11 Juli 1945 membicarakan luas dan batas wilayah negara. Ada tiga usulan soal luas dan batas wilayah negara, yaitu:
a.       wilayah Hindia Belanda dulu;
b.      wilayah Hindia Belanda dulu ditambah dengan Malaya, Borneo Utara (sekarang Kalimantan Utara), Irian Timur, Timor Portugis (sekarang negara Timor Leste);
c.       wilayah Hindia Belanda dulu ditambah dengan Malaya, tetapi tanpa Irian Barat.
Dari 66 suara yang masuk, 19 suara memilih butir pertama; 39 suara memilih butir kedua; 6 suara memilih butir ketiga; 1 suara memilih lain-lain daerah; dan 1 suara blanko.
Dalam rapat tanggal 11 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar menyetujui isi preambule (pembukaan) yang diambil dari Piagam Jakarta. Kemudian, panitia tersebut membentuk suatu “Panitia kecil perancang Undang-Undang Dasar yang diketuai oleh Supomo. Anggota panitia kecil itu antara lain: Mr. Wongsonegoro, Mr. Ahmad Subardjo, Mr. A.A. Maramis, Mr. R.P. Singgih, H. Agus Salim, dan Sukiman.
Pada tanggal 13 Juli 1945, Panitia Perancang Undang-Undang Dasar mengadakan sidang untuk menerima laporan panitia kecil. Panitia kecil menguraikan dasar rancangan Undang-Undang Dasar. Butir-butir yang penting di antaranya ialah:
1)      kedaulatan dilakukan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang bersidang sekali dalam lima tahun dalam membentuk undang-undang;
2)      Presiden harus semufakat dengan Dewan Perwakilan Rakyat;
3)      untuk tugas sehari-hari, presiden adalah penyelenggara pemerintahan tertinggi. Ia dibantu oleh wakil presiden serta menteri-menteri yang bertanggung jawab kepadanya.
Hasil perumusan panitia kecil disempurnakan bahasanya oleh sebuah “Panitia Penghalus Bahasa” yang terdiri dari Husein Djajadiningrat, H. Agus Salim, dan Supomo. Panitia ini bertugas pula untuk menyempurnakan dan menyusun kembali rancangan Undang-Undang Dasar yang sudah dibahas itu.
Persidangan BPUPKI kedua dilanjutkan pada tanggal 14 Juli 1945. Dalam sidang pleno BPUPKI yang dilaksanakan pada tanggal 14 Juli 1945, Soekarno melaporkan hasil kerja Panitia Perancang UUD. Ada tiga hasil kerja panitia, yaitu:
1) Pernyataan Indonesia merdeka,
2) Pembukaan Undang-Undang Dasar,
3) Batang tubuh UUD.
Konsep pernyataan Indonesia merdeka disusun dengan mengambil tiga alinea pertama Piagam Jakarta dengan sisipan yang panjang sekali (terutama di antara alinea pertama dan alinea kedua). Sedangkan konsep pembukaan Undang-Undang Dasar hampir seluruhnya diambil dari alinea keempat dan terakhir Piagam Jakarta. Kedua konsep itu diterima oleh sidang setelah berlangsung diskusi kurang lebih satu jam lamanya.
Ketua BPUPKI dalam kata akhirnya pada tanggal 16 Juli 1945 mengatakan: “Naskah Undang-Undang Dasar ini kita terima dengan sebulatbulatnya.” Selanjutnya, dalam sidang pleno
BPUPKI, pada tanggal 17 Juli 1945, dibicarakan usul-usul panitia ekonomi dan panitia pembelaan tanah air. Dengan diterimanya hasil-hasil dari panitia tersebut, maka selesailah sudah tugas BPUPKI. Semua rancangan atau hasil-hasil kerja BPUPKI kemudian diserahkan kepada panglima tertinggi tentara di Jawa (Saiko Shikikan). Menurut hierarki, panglima tertinggi di Jawa berada di bawah panglima militer tertinggi untuk daerah selatan (Saiko Shikikan Nanpo Gun) yang bermarkas di Saigon, Vietnam Selatan.
2.   Pembentukan PPKI
Karena BPUPKI dianggap terlalu cepat ingin melaksanakan proklamasi kemerdekaan, maka Jepang membubarkannya dan membentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) (Dokuritsu Junbi Iinkai), lit. Komite Persiapan Kemerdekaan) pada tanggal 7 Agustus 1945 yang diketuai oleh Ir. Soekarno.
Keanggotaan
Pada awalnya PPKI beranggotakan 21 orang (12 orang dari Jawa, 3 orang dari Sumatra, 2 orang dari Sulawesi, 1 orang dari Kalimantan, 1 orang dari Nusa Tenggara, 1 orang dari Maluku, 1 orang dari golongan Tionghoa). Susunan awal anggota PPKI adalah sebagai berikut:


1)        Ir. Soekarno (Ketua)
2)        Drs. Moh. Hatta (Wakil Ketua)
3)        Prof. Mr. Dr. Soepomo (Anggota)
4)        KRT Radjiman Wedyodiningrat (Anggota)
5)        R. P. Soeroso (Anggota)
6)        Soetardjo Kartohadikoesoemo (Anggota)
7)        Kiai Abdoel Wachid Hasjim (Anggota)
8)        Ki Bagus Hadikusumo (Anggota)
9)        Otto Iskandardinata (Anggota)
10)    Abdoel Kadir (Anggota)
11)    Pangeran Soerjohamidjojo (Anggota)
12)    Pangeran Poerbojo (Anggota)
13)    Dr. Mohammad Amir (Anggota)
14)    Mr. Abdul Abbas (Anggota)
15)    Mr. Mohammad Hasan (Anggota)
16)    Dr. GSSJ Ratulangi (Anggota)
17)    Andi Pangerang (Anggota)
18)    A.H. Hamidan (Anggota)
19)    I Goesti Ketoet Poedja (Anggota)
20)    Mr. Johannes Latuharhary (Anggota)
21)    Drs. Yap Tjwan Bing (Anggota)



Selanjutnya tanpa sepengetahuan Jepang, keanggotaan bertambah 6 yaitu :


1)   Achmad Soebardjo (Anggota)
2)   Sajoeti Melik (Anggota)
3)   Ki Hadjar Dewantara (Anggota)
4)   R.A.A. Wiranatakoesoema (Anggota)
5)   Kasman Singodimedjo (Anggota)
6)   Iwa Koesoemasoemantri (Anggota)



Sidang
Tanggal 9 Agustus 1945, sebagai pimpinan PPKI yang baru, Soekarno, Hatta dan Radjiman Wedyodiningrat diundang ke Dalat untuk bertemu Marsekal Terauchi. Setelah pertemuan tersebut, PPKI tidak dapat bertugas karena para pemuda mendesak agar proklamasi kemerdekaan tidak dilakukan atas nama PPKI, yang dianggap merupakan alat buatan Jepang. Bahkan rencana rapat 16 Agustus 1945 tidak dapat terlaksana karena terjadi peristiwa Rengasdengklok.
Dalam pertemuan di Dalat itu, pada tanggal 12 Agustus 1945, Jenderal Terauchi mengatakan bahwa:
1)      Pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia

2)      Untuk melaksanakannya telah dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
3)      Pelaksanaannya dapat dilakukan segera setelah persiapannya selesai.
4)      Wilayah Indonesia akan meliputi seluruh bekas wilayah Hindia Belanda
Setelah proklamasi, pada tanggal 18 Agustus 1945, PPKI memutuskan antara lain:
1)   mengesahkan Undang-Undang Dasar,
2)   memilih dan mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden dan Drs. M. Hatta sebagai wakil presiden RI,
3)   membentuk Komite Nasional untuk membantu tugas presiden sebelum DPR/MPR terbentuk.
Berkaitan dengan UUD, terdapat perubahan dari bahan yang dihasilkan oleh BPUPKI, antara lain:
1)   Kata Muqaddimah diganti dengan kata Pembukaan.
2)   Kalimat Ketuhanan, dengan menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya di dalam Piagam Jakarta diganti dengan Ketuhanan yang Mahaesa.
3)   Mencoret kata-kata … dan beragama Islam pada pasal 6:1 yang berbunyi Presiden ialah orang Indonesia Asli dan beragama Islam.
4)   Sejalan dengan usulan kedua, maka pasal 29 pun berubah.

E.    Berbagai peristiwa menjelang kemerdekaan Indonesia
1.   Perbedaan Pendapat Antara Golongan Tua Dan Golongan Muda

Akibat menyerahnya jepang kepada sekutu Di Indonesia terjadi Vacum Of Power, artinya tidak ada pemerintahan yang berkuasa. Kekosongan kekuasaan ini dimanfaatkan sebaik-baiknya oleh bangsa indonesia untuk memproklamasikan kemerdekaannya.
Proklamasi, ternyata didahului oleh perdebatan hebat antara golongan pemuda dengan golongan tua. Baik golongan tua maupun golongan muda, sesungguhnya sama-sama menginginkan secepatnya dilakukan Proklamasi Kemerdekaan dalam suasana kekosongan kekuasaan dari tangan pemerintah Jepang. Hanya saja, mengenai cara melaksanakan proklamasi itu terdapat perbedaan pendapat. Golongan tua, sesuai dengan perhitungan politiknya, berpendapat bahwa Indonesia dapat merdeka tanpa pertumpahan darah, jika tetap bekerjasama dengan Jepang.
Karena itu, untuk memproklamasikan kemerdekaan, diperlukan suatu revolusi yang terorganisir. Soekarno dan Hatta, dua tokoh golongan tua, bermaksud membicarakan pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan dalam rapat Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dengan cara itu, pelaksanaan Proklamasi Kemerdekaan tidak menyimpang dari ketentuan pemerintah Jepang. Sikap inilah yang tidak disetujui oleh golongan pemuda. Mereka menganggap, bahwa PPKI adalah badan buatan Jepang. Sebaliknya, golongan pemuda menghendaki terlaksananya Proklamasi Kemerdekaan itu, dengan kekuatan sendiri. Lepas sama sekali dari campur tangan pemerintah Jepang. Melihat sikap golongan tua yang menunggu di buat PPKI, maka hal ini memancing ketidaksabaran golongan muda. Mereka mengadakan perundingan di salah satu ruang lembaga Bakteriologi (sekarang Fakultas Kesehatan Indonesia) di Pegangsaan Timur Jakarta. Pertemuan ini terjadi pada tanggal 15 Agustus 1945 pukul 20:00 WIB. Rapat inidi hadiri oleh Chaeruk Saleh, Djohar Nur, Kusnandar, Subadio, Subianto, Margono, Wikana, dan Armansyah. Keputusan rapat menghasilkan tuntutan- tuntutan radikal golongan muda. Berikut adalah hasil rapat tersebut :
a.       Menegaskan bahwa kemerdekaan Indonesia adalah hak dan urusan rakyat Indonesia sendiri tidak dapat digantungkan orang dan Negara lain.
b.      Segala ikatan dan hubungan dengan janji kemerdekaan dari jepang harus diputuskan
c.       Sebaiknya, diharapkan segara diadakan perundingan dengan Soekarno-hatta agar mereka segara manyatakan Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

2.      Peristiwa Rengasdengklok
Perbedaan pendapat ini, mengakibatkan penekanan-penekanan golongan pemuda kepada golongan tua yang mendorong mereka melakukan “aksi penculikan” terhadap diri Soekarno-Hatta ( lihat Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:77-81 )
Tanggal 15 Agustus 1945, kira-kira pukul 22.00, di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, tempat kediaman Bung Karno, berlangsung perdebatan serius antara sekelompok pemuda dengan Bung Karno mengenai Proklamasi Kemerdekaan sebagaimana dilukiskan Lasmidjah Hardi ( 1984:58 ); Ahmad Soebardjo ( 1978:85-87 ) sebagai berikut:
Sekarang Bung, sekarang! malam ini juga kita kobarkan revolusi !” kata Chaerul Saleh dengan meyakinkan Bung Karno bahwa ribuan pasukan bersenjata sudah siap mengepung kota dengan maksud mengusir tentara Jepang. ” Kita harus segera merebut kekuasaan !” tukas Sukarni berapi-api. ” Kami sudah siap mempertaruhkan jiwa kami !” seru mereka bersahutan. Wikana malah berani mengancam Soekarno dengan pernyataan; ” Jika Bung Karno tidak mengeluarkan pengumuman pada malam ini juga, akan berakibat terjadinya suatu pertumpahan darah dan pembunuhan besar-besaran esok hari .”
Mendengar kata-kata ancaman seperti itu, Soekarno naik darah dan berdiri menuju Wikana sambil berkata: ” Ini batang leherku, seretlah saya ke pojok itu dan potonglah leherku malam ini juga! Kamu tidak usah menunggu esok hari !”. Hatta kemudian memperingatkan Wikana; “… Jepang adalah masa silam. Kita sekarang harus menghadapi Belanda yang akan berusaha untuk kembali menjadi tuan di negeri kita ini. Jika saudara tidak setuju dengan apa yang telah saya katakan, dan mengira bahwa saudara telah siap dan sanggup untuk memproklamasikan kemerdekaan, mengapa saudara tidak memproklamasikan kemerdekaan itu sendiri ? Mengapa meminta Soekarno untuk melakukan hal itu ?”
Namun, para pemuda terus mendesak; ” apakah kita harus menunggu hingga kemerdekaan itu diberikan kepada kita sebagai hadiah, walaupun Jepang sendiri telah menyerah dan telah takluk dalam ‘Perang Sucinya ‘!”. ” Mengapa bukan rakyat itu sendiri yang memprokla­masikan kemerdekaannya ? Mengapa bukan kita yang menyata­kan kemerdekaan kita sendiri, sebagai suatu bangsa ?”. Dengan lirih, setelah amarahnya reda, Soekarno berkata; “… kekuatan yang segelintir ini tidak cukup untuk melawan kekuatan bersenjata dan kesiapan total tentara Jepang! Coba, apa yang bisa kau perlihatkan kepada saya ? Mana bukti kekuatan yang diperhitungkan itu ? Apa tindakan bagian keamananmu untuk menyelamatkan perempuan dan anak-anak ? Bagaimana cara mempertahankan kemerdekaan setelah diproklamasikan ? Kita tidak akan mendapat bantuan dari Jepang atau Sekutu. Coba bayangkan, bagaimana kita akan tegak di atas kekuatan sendiri “. Demikian jawab Bung Karno dengan tenang.
Para pemuda, tetap menuntut agar Soekarno-Hatta segera memproklamasikan kemerdekaan. Namun, kedua tokoh itu pun, tetap pada pendiriannya semula. Setelah berulangkali didesak oleh para pemuda, Bung Karno menjawab bahwa ia tidak bisa memutuskannya sendiri, ia harus berunding dengan para tokoh lainnya. Utusan pemuda mempersilahkan Bung Karno untuk berunding. Para tokoh yang hadir pada waktu itu antara lain, Mohammad Hatta, Soebardjo, Iwa Kusumasomantri, Djojopranoto, dan Sudiro. Tidak lama kemudian, Hatta menyampaikan keputusan, bahwa usul para pemuda tidak dapat diterima dengan alasan kurang perhitungan serta kemungkinan timbulnya banyak korban jiwa dan harta. Mendengar penjelasan Hatta, para pemuda nampak tidak puas. Mereka mengambil kesimpulan yang menyimpang; menculik Bung Karno dan Bung Hatta dengan maksud menyingkirkan kedua tokoh itu dari pengaruh Jepang.
Pukul 04.00 dinihari, tanggal 16 Agustus 1945, Soekarno dan Hatta oleh sekelompok pemuda dibawa ke Rengasdengklok. Aksi “penculikan” itu sangat mengecewakan Bung Karno, sebagaimana dikemukakan Lasmidjah Hardi ( 1984:60 ). Bung Karno marah dan kecewa, terutama karena para pemuda tidak mau mendengarkan pertimbangannya yang sehat. Mereka menganggap perbuatannya itu sebagai tindakan patriotik. Namun, melihat keadaan dan situasi yang panas, Bung Karno tidak mempunyai pilihan lain, kecuali mengikuti kehendak para pemuda untuk dibawa ke tempat yang mereka tentukan. Fatmawati istrinya, dan Guntur yang pada waktu itu belum berumur satu tahun, ia ikut sertakan.
Rengasdengklok kota kecil dekat Karawang dipilih oleh para pemuda untuk mengamankan Soekarno-Hatta dengan perhitungan militer; antara anggota PETA ( Pembela Tanah Air ) Daidan Purwakarta dengan Daidan Jakarta telah terjalin hubungan erat sejak mereka mengadakan latihan bersama-sama. Di samping itu, Rengasdengklok letaknya terpencil sekitar 15 km. dari Kedunggede Karawang. Dengan demikian, deteksi dengan mudah dilakukan terhadap setiap gerakan tentara Jepang yang mendekati Rengasdengklok, baik yang datang dari arah Jakarta maupun dari arah Bandung atau Jawa Tengah.
Sehari penuh, Soekarno dan Hatta berada di Rengasdengklok. Maksud para pemuda untuk menekan mereka, supaya segera melaksanakan Proklamasi Kemerdekaan terlepas dari segala kaitan dengan Jepang, rupa-rupanya tidak membuahkan hasil. Agaknya keduanya memiliki wibawa yang cukup besar. Para pemuda yang membawanya ke Rengasdengklok, segan untuk melakukan penekanan terhadap keduanya. Sukarni dan kawan-kawannya, hanya dapat mendesak Soekarno-Hatta untuk menyatakan proklamasi secepatnya seperti yang telah direncanakan oleh para pemuda di Jakarta . Akan tetapi, Soekarno-Hatta tidak mau didesak begitu saja. Keduanya, tetap berpegang teguh pada perhitungan dan rencana mereka sendiri. Di sebuah pondok bambu berbentuk panggung di tengah persawahan Rengasdengklok, siang itu terjadi perdebatan panas; ” Revolusi berada di tangan kami sekarang dan kami memerintahkan Bung, kalau Bung tidak memulai revolusi malam ini, lalu …”. ” Lalu apa ?” teriak Bung Karno sambil beranjak dari kursinya, dengan kemarahan yang menyala-nyala. Semua terkejut, tidak seorang pun yang bergerak atau berbicara.
Waktu suasana tenang kembali. Setelah Bung Karno duduk. Dengan suara rendah ia mulai berbicara; ” Yang paling penting di dalam peperangan dan revolusi adalah saatnya yang tepat. Di Saigon, saya sudah merencanakan seluruh pekerjaan ini untuk dijalankan tanggal 17 “. ” Mengapa justru diambil tanggal 17, mengapa tidak sekarang saja, atau tanggal 16 ?” tanya Sukarni. ” Saya seorang yang percaya pada mistik”. Saya tidak dapat menerangkan dengan pertimbangan akal, mengapa tanggal 17 lebih memberi harapan kepadaku. Akan tetapi saya merasakan di dalam kalbuku, bahwa itu adalah saat yang baik. Angka 17 adalah angka suci. Pertama-tama kita sedang berada dalam bulan suci Ramadhan, waktu kita semua berpuasa, ini berarti saat yang paling suci bagi kita. tanggal 17 besok hari Jumat, hari Jumat itu Jumat legi, Jumat yang berbahagia, Jumat suci. Al-Qur’an diturunkan tanggal 17, orang Islam sembahyang 17 rakaat, oleh karena itu kesucian angka 17 bukanlah buatan manusia “. Demikianlah antara lain dialog antara Bung Karno dengan para pemuda di Rengasdengklok sebagaimana ditulis Lasmidjah Hardi ( 1984:61 ).
Sementara itu, di Jakarta, antara Mr. Ahmad Soebardjo dari golongan tua dengan Wikana dari golongan muda membicarakan kemerdekaan yang harus dilaksanakan di Jakarta . Laksamana Tadashi Maeda, bersedia untuk menjamin keselamatan mereka selama berada di rumahnya. Berdasarkan kesepakatan itu, Jusuf Kunto dari pihak pemuda, hari itu juga mengantar Ahmad Soebardjo bersama sekretaris pribadinya, Sudiro, ke Rengasdengklok untuk menjemput Soekarno dan Hatta. Rombongan penjemput tiba di Rengasdengklok sekitar pukul 17.00. Ahmad Soebardjo memberikan jaminan, bahwa Proklamasi Kemerdekaan akan diumumkan pada tanggal 17 Agustus 1945, selambat-lambatnya pukul 12.00. Dengan jaminan itu, komandan kompi PETA setempat, Cudanco Soebeno, bersedia melepaskan Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta ( Marwati Djoened Poesponegoro, ed. 1984:82-83 ).
3.             Perumusan Teks Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Setelah sampai di Jakarta, malam itu juga Sukarno Hatta mengumpulkan para anggota PPKI dan golongan pemuda. Meraka berkumpul di Jln. Imam Bonjol no.1, dirumah Laksamana Muda maeda, kepala perwakilan angkatan laut Jepang di Jakarta.
Dalam pertemuan di rumah Maeda, disepakati agar Sukarno Hatta menemui Mayjen Nisyimura yang menjabat sebagai kepala pemerintahan Umum Angkatan Darat Jepang untuk menjajagi sikap resmi Jepang terhadap rencana proklamasi kemerekaan Indonesia. Ternyata Nisyimura tetap memegang teguh tugasnya menjaga status Quo di Indonesia, dengan pengertian bahwa tidak boleh ada perubahan apapun di Indonesia sampai pasukan sekutu datang, dan jepang hanya akan menyerahkan kekuasaan kepada Sekutu. Akhirnya Sukarno Hatta kembali kerumah Maeda dan mengadakan pertemuan dengan hasil keputusan Proklamasi kemerdekaan akan tetap dilaksanakan dengan atau tanpa persetujuan Jepang.
Melalui berbagai pembicaraan dengan pemimpin pemimpin Indonesia, diputuskan dua hal sebagai berikut :
Pertama : diputuskan untuk segera merumuskan teks/naskah proklamasi ,adapun yang merumuskan adalah Sukarno, Hatta dan Ahmad Subardjo,setelah naskah selesai dirumuskan dan disetujui isinya, terjadilah perdebatan tentang siapa yang akan menandatangani naskah proklamasi, yang akhirnya atas usul pemuda Sukarni, teks proklamasi ditandatangani oleh Sukarno Hatta atas nama bangsa Indonesia, naskah kemudian diketik oleh Sayuti Melik dengan beberapa perubahan dari hasil tulisan tangan Sukarno sebagai konsep, yaitu :
1. Kata tempoh diubah menjadi tempo
2. Djakarta 17-8-’05 diubah menjadi Djakarta hari 17 boelan 8 tahoen ‘05
3. Wakil wakil bangsa Indonesia diubah menjadi atas nama bangsa Indonesia.
Naskah yang diketik oleh Sayuti Melik inilah yang dianggap naskah yang otentik.
Perhatikan naskah proklamasi konsep tangan Sukarno dengan hasil ketikan Sayuti Melik dibawah ini.
 Kedua: diputuskan bahwa proklamasi kemerdekaan Indonesia akan dibacakan oleh Ir. Sukarno di kediamannya Jln. Pegangsaan Timur no 56 Jakarta.
4.   Proklamasi kemerdekaan Indonesia
Semula sukarni mengusulkan agar teks proklamasi kemerdekaan dibacakan di lapangan Ikada (sekarang Monas), dengan maksud agar seluruh bangsa Indonesia mengetahuinya, akan tetapi Ir.Sukarno tidak sependapat, karena pembacaan ditempat tersebut akan mengundang bentrokan antara rakyatdengan pemerintah militer Jepang, dengan alasan tersebut, maka disepakati proklamasi akan dilaksanakan di kediaman Ir. Sukarno dan dibacakan oleh Sukarno Hatta.
Tepat hari jumat jam 10.00 WIB, naskah proklamasi dibacakan, ini merupakan peristiwa sangat penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia. Sesudah naskah proklamasi selesai dibacakan, acara dilanjutkan dengan pengibaran Sang Saka merah putih oleh Pemuda Suhud dan eks sudanco Latif Hendraningrat dengan disaksikan segenap yang hadir, upacara diakhiri dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya.Dalam suasana yang sangat sederhana itu telah sampailah bangsa Indonesia ke ambang pintu kemerdekaannya. Satu persatu hadirin meninggalkan tempat dengan tenang dan dengan tekat bulat untuk mempertahankan kemerdekaan.
Meskipun hanya berlangsung singkat, namun peristiwa proklamasi kemerdekaan mengandung arti yang sangat penting dan membawa perubahan yang sangat besar dalam kehidupan bangsa Indonesia, yaitu :
1. Proklamasi merupakan puncak perjuangan bangsa Indonesia untuk mencapai kemerdekaannya
2. Dengan proklamasi berarti bangsa Indonesia mendapat kebebasan untuk menentukan nasibnya sendiri sebagai bangsa yang berdaulat.
3. Proklamasi merupakan jembatan emass untuk menuju masyarakat yang adil dan makmur.
Tekas proklamasi yang telah dirumuskan tanggal 16 Agustus 1945 dan dibacakan tanggal 17 Agustus 1945 beberapa saat kemudian berhasil diselundupkan ke kantor pusat pemberitaan pemerintah jepang yang bernama Domei (sekarang kantor berita antara). Para pejuang di kantor berita Domei antara lain Adam Malik,Rinto Alwi, Asa Bafaqih dan. P.Lubis. Pada tanggal 17 Agustus 1945, sekitar pukul 18.30 WIB, wartawan kantor berita Domei yang bernama Syarifudin berhasil masuk ke gedung siaran radio Hoso Kanzi Kyoku (sekarang RRI), uantuk menyampaikan teks proklamsi dan pada pukul 19.00 berhasil disiarkan.
Berita Proklamasi kemerdekaan Indonesia juga disebarluaskan melalui media surat kabar atau pers. “Harian Suara Asia” di Surabaya adalah Koran pertama yang menyiarkan proklamasi. Kemudian disusul oleh “Harian Cahaya Bandung”yang memuat pembukaan UUD. Para pemuda yang berjuang lewat pers antara lain BM DiAH, Sukarjo Wiryopranoto, Iwa KusumaSumantri, Ki Hajar Dewantoro, Otto Iskandar Dinata, GSSJ Ratulangi, Adam Malik, Sayuti Melik, Madikin Wonohito, Sumanang SH, Manai Sopiaan, Ali Hasyim dan lain lainnya.
Usaha usaha lain untuk menyebarkan berita proklamasi adalah melalui penyebaran dan pemasangan pamflet, plakat, poster, coretan coretan pada tembok dan kereta api. Dengan demikian dalam waktu yang tidak lama berita proklamasi kemerdekaan Indonesia segera tersebar ke seluruh Indonesia dan ke dunia luar.

2 komentar:

  1. thnks bngt :) sangat membantu

    BalasHapus
  2. Mksh bnykkk infonyaa sangaaaaaaattt membantuuuuu hihhi ....jwabannya ada semuaa dsini...

    BalasHapus